Puisi
Tidur Nak
Tidur Nak, tidurlah sayanh Tidur Nak, ini zaman perang Lekas besar Nak, anakku sayanh Tidur lah Nak, lekas bantu perang Tidur Nak tidurlah sayang
Tidur Nak, hidup penuh cita Lekas besar Nak, anakku sayang Tidurlah Nak, leks turut bakti
Karya Armijn Pane, Gemelan Jiwa, Bagian Bahasa dan Kebudayaan, Departemen PP&K Jakarta, 1960
Menyesal
Pagiku hilang sudah melayang Hari mudaku sudah pergi Sekarang petang datang membayang Batang usiaku sudah tinggi.
Aku lalai di hari pagi Beta lengah di masa muda Kini hidup meracun hati Miskin ilmu, miskin harta
Akh, apa guna kusesali Menyesal tua tiada guna Hanya menambah luka sukma
Kepada yang muda kuharapkan Atur barisan di pagi hari Menuju ke arah padang bakti
Karya Ali Hasjmi, Pujangga Baru: Prosa dan Puisi, Editor: H.B. Jassin, Gumung Agung, 1963
Karang Bunga
Tiga anak kecil Dalam langkah malu-malu Datang ke Selemba Sore itu
Ini dari kami bertiga Pita hitam pada karangan bunga Sebab kami ikut berduka Bagi kakak yang di tembak mati siang tadi
Karya Taufik Ismail, Tirani, Birpen Kami Pusat, 1966
Bekerja
Lama nian berpangku tangan Asyik telena didaduh ombak Mari kita sama serentak Atur barisan kejar tujuan
Jangan berhenti bertanya bulan Berapa purnama enkau merantau Maju gembira terus berjalan Cari cahaya indah kemilau
Atur barisan kejar tujuan Cari cahaya indah kemilau
Bagai lidi satu ikatan Berdsatu teguh bercerai rapuh Bagai semut menarik beban Tiada berhenti sebelum sampai
Akh teman cerdik cendekia Kita hidup di abad perjuangan Siapa sigap majulah dia Tiada hasil berpangku tangan
Karya Mozassa, Pujangga Baru: Prossa dan Puisi. Editor: H.B. Jassin, Gunung Agung, 1963
Nelayan
Matahari sirip sebelah barat Perahu kolek di tepi tebat Nelayan jaka tegak tertegun Memandang riak jala di ayun
Menunggu masa saat pilihan Melayang timah membuat pinggan Berdesir-desir darah di dada Rasakan tidak rasakan ads. . .
Kecewa timbul jaring tersangkut Lemah lunglai tangan memaut Sangka kan tunggul selam pun sampai Kiranya akar batang teratai
Karya Hamka, Pujangga Baru1/7, Januari 1939
Kapal Udara
Gegar gentar suara mesin Raja udara menguasai udara Menderu gemuruh berpusing miring Bagai burung mengintai mangsa
Raksasa udara malaju jauh Berbalik pula puluh menyerbu Terdahulu satu Puluhan menderu
Mata bersinar Semangat berkobar Kapan zamanku menghadapi pula Raksasa dunia kepunyaan kita?
Karya Maria Amin, Kesusasteraan Indonesia di Masa Jepang. Editor: H.B. Jassin, Balai Pustaka, 1949
Langit mendung Tiada cahaya disekitarku Hatiku sedih, risau, bingung Rasanya aku ingin dekat dengan Ibu
Pak Tua yang tak pernah lelah Tak mengeluh nengayuh rakit kr sebrang Memenuhi keinginan orang, keinginanku pergi ke sekolah Keluh kesahku selalu di sambut dengan ramah Rakitmu, Bapak Tua kau sangat berjasa
Pantun Jadul
Berdetak-detak sangkutan dacing bagaikan putus diimpit lumpang
Bergerak-gerak kumis kucing melihat tikus bawa senapan
Pohon bambu pohon selasih Dikerat di atas batu bata
Kukirim surat pelipur lara Hilamgkan duka dan rasa sedih
Dikrat di atas batu bata Duks-duka diikat menjadi satu
Kukirim surat pelipur lara Semoga ibu sehat, gembira selalu
Kelapa kelip lampu di kapal Anak kapal main sekoci Lagi kecil rajin belajar Sudah besar senanglah diri
Melambai-lambai nyiur di pantai Berbisik-bisik raja kelana Memuja pulau nan indah permai Tanah airku Indonesia
Berakit-rakit ke hulu Berenang-renang ke tepian Bersakit-sakit dahulu Bersenang-senang kemudian
Tudung saji hanyut terapung Hanyur terapung di Selat Malaka Jangan sedih dan jangan bingung Mari bernyanyi bersuka ria
0 komentar